Kamis, 23 Mei 2013

Harlah PPP di Bangkalan

Ahmed Miftahul Haque

Ada yang berbeda dalam peringatan hari lahir (Harlah) PPP ke-40 tahun ini. Tidak seperti peringatan harlah PPP tahun sebelumnya yang dipusatkan di senayan, rangkaian harlah tahun ini dipusatkan di Jawa Timur yang merupakan mayoritas NU dengan basis pesantrennya, dimana massa NU sendiri telah diklaim oleh PKB dan PKNU (baca: Gerindra. Pen). Pemilihan kompleks makam Syechona Kholil di Bangkalan Madura sebagai lokasi puncak acara seolah membenarkan kabar yang beredar saat ini bahwa PPP sedang mendekati basis massa pesantren.

Lumrah diketahui bahwa Syechona Kholil merupakan guru dari KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Pada awal-awal tahun 1924, KH. A. Wahab Hasbulloh meminta izin kepada KH. Hasyim Asy’ari untuk mendirikan NU. Istikhoroh KH. Hasyim Asy’ari belum memberi sinyal positif untuk menindaklanjutinya. Ternyata sinyal positif ini tidak langsung diterima oleh Kiai Hasyim, namun diterima oleh guru beliau, Syechona Kholil. Beliau lalu mengirim murid terpercayanya KH. R. As’ad Syamsul Arifin untuk menemui KH. Hasyim Asy’ari bahkan hingga dua kali hingga terbentuknya NU pada 31 Januari 1926. Pada titik ini, Syechona Kholil memiliki legitimasinya sebagai pendiri NU.

PPP adalah partai yang terbentuk pada 5 Januari 1973. Partai yang merupakan hasil kebijakan pemerintah ini didirikan oleh empat partai Islam peserta pemilu 1971; NU, Pamusi, PSII dan Perti. Karena PPP merupakan gabungan empat parpol, maka pembagian kursi dewan dan pimpinan PPP didasarkan pada perolehan suara pada pemilu 1971 yang tertuang dalam Konsensus Munas 1975. Namun pada perkembangannya, NU merasa didzolimi oleh PPP dan memutuskan untuk keluar dari partai tersebut.

PPP selama ini mencitrakan dirinya sebagai partai Islam yang menaungi semuanya, bahkan selain yang berhaluan Ahlussunna wal Jama’ah. Tidak mengherankan ketika pada awal masa reformasi, NU mendirikan PKB sebagai jalur aspirasinya. Alih-alih kembali ke PPP ketika terjadi chaos dalam tubuh PKB, kiai-kiai NU malah mendirikan PKNU sebagai aspirasi politiknya. Namun setelah hasil kurang memuaskan yang diterima PKNU dalam pemilu 2009, dengan menimbang kemaslahatan umat yang tidak mungkin bisa diperjuangkan tanpa melalui perjuangan politik, kiai-kiai ini mulai memikirkan partai lain sebagai jalur aspirasinya.

PPP membaca celah ini dan kemudian ditinjak lanjuti dengan melakukan pendekatan pada kiai-kiai NU, baik personal maupun institusional. Hal ini dapat kita cermati pada muktamar PPP 2011 lalu ketika tersebar berita pencalonan Hasyim Muzadi sebagai calon ketua umum PPP, meski kemudian ditolak secara halus oleh Hasyim Muzadi, dan mencapai puncaknya pada momen Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang digelar di Lirboyo dan harlah PPP ke-40 di kompleks makam Syechona Kholil Bangkalan. Pagelaran ini kuat mengesankan bahwa PPP ingin diakui sebagai partai yang berbasis pesantren dan siap mengemban amanah para ulama, utamanya yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah.

Dari kesediaan Lirboyo sebagai tuan rumah Mukernas dan kemeriahan rangkaian Harlah PPP ke-40, dapat disimpulkan bahwa NU sangat welcome dengan PPP. Dan faktanya, banyak kiai NU yang kemudian menjadi pegurus harian (Majelis Syariah) yang berfungsi sebagai penentu kebijakan tertinggi haluan partai.

Menilik asal terbentuknya PPP beserta afiliasi partainya, meski sedari awal terdapat beberapa kiai NU dengan basis massa pesantrennya yang tetap membela PPP pasca NU memutuskan keluar dari PPP, namun tidak menutup kemungkinan akan munculnya konflik dalam internal PPP ketika basis massa baru masuk dan mendapat tempat dalam jajaran petinggi PPP. Memang diperlukan studi lebih lanjut dan kecermatan membaca perkembangan politik saat ini untuk menjawab kemungkinan itu, tapi apapun itu, salah satu yang membidani kelahiran PPP adalah NU. Dan kemudian menjadi sesuatu yang wajar ketika PPP kembali ke pangkuan NU. Selamat Ulang tahun PPP, dan selamat datang kembali! (Dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar: